Selasa, 18 Oktober 2016

The Bitter Memories

"Hahh....hah....hah.....!"

"Kumohon tunggu kami! Tsubasa-sama!"

"Siapa juga yang mau menunggu kalian! Biarpun aku memakai gaun yang sangat ribet dan menyusahkan ini, aku juga tidak akan menunggu!"



"Tsubasa-sama!! kumohon turunlah dari atas sana!!" Seru salah seorang Bodyguard yang menjagaku saat aku mulai memanjati bagian samping balkon agar bisa keluar dari tempat yang mungkin disewa untuk acara pernikahanku hari ini.

Namaku adalah Ichinose Tsubasa. Selama 16 tahun aku hanya mempunyai pacar satu kali dan itu sudah menjadi alasan yang cukup untuk membuatku tidak mau memiliki kekasih lagi, karena aku merasa tersakiti oleh kekasihku sendiri, dia berselingkuh dengan wanita lain saat dia masih berstatus pacaran denganku dan lebih parahnya wanita itu adalah sahabat baikku sendiri, itu sangat membuatku kaget sekaligus terpukul lalu aku bertekat untuk tidak pacaran lagi tetapi tiba-tiba orangtuaku tepatnya ayahku menyuruhku untuk menikahi seseorang pria agar mereka dapat melunasi hutang 1 milyar dollar mereka.

"Kamu akan menikahi CEO dari Shirogane Company, namanya adalah Shirogane Takeru-sama. Kamu akan menjadi sangat kaya," ayahku berseru dengan nada senang.

"Aku tidak mau menjadi kaya!" Sahutku dengan marah.

"Aku tidak peduli dengan grup Shirogane ataupun menjadi kaya! Aku cuma mau hidup dengan cinta sejati dan bukan cinta yang hanya dari pertunangan belaka maupun cinta palsu! Yang bahkan orangnya pun aku tidak tahu. Aku tidak akan pernah mau menikah dengan orang yang bernama Shirogane Takeru itu!" Kataku marah.

Aku membayangkan bahwa Shirogane Takeru adalah seseorang pria tua yang ingin mempunyai seorang istri muda.

"Mati aku! Tanganku sangat basah!" Batinku sambil tetap berpegangan dengan erat agar tidak jatuh.

Srett... "waaa.... Aku pasti jatuh!" Seruku sambil menutup mata ketakutan.

"Jeezzz...! Istriku memang sangat keras kepala."

"Sepertinya Tuan Muda sudah menangkap pengantinnya!"

"Itu sepertinya dia!"

Sorakan terdengar di seluruh gedung resepsi pernikahan.

"Geegg... Ja...jadi Shirogane Takeru adalah dia? Ini bukan imajinasiku kan!" Batinku.

Aku kaget saat melihat Shirogane Takeru tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya. Dia sangat tampan dengan rambut hitam yang disisir dengan rapi, dia juga mengenakan jas hitam dengan bunga mawar putih didadanya. Pakaiannya itu sangat cocok dengan rambutnya. Lebih dari semuanya itu dia juga terlihat seperti seumuranku dan bukanlah seorang pria tua seperti didalam bayanganku.

"Heyy!!! Tinggalkan aku sendiri!!! Kemana kamu akan membawaku? Lepaskan aku!!!" Seruku sambil memberontak agar dia melepaskanku tapi bukannya melepaskanku dia justru mengeratkan pegangannya di pinggangku.

"Apakah kau yakin mau aku melepaskanmu sekarang?" Tanyanya datar sambil menatapku dengan mata coklat hitamnya yang menurutku sangat indah.

Mendengar kata-katanya, pelan-pelan aku melihat kebawah, "Geeegg...jangan lepaskan aku!!" Teriakku padanya saat aku menyadari bahwa aku berada di atas ketinggian yang sangat tidak wajar diudara, langsung saja kukalungkan tanganku di lehernya dan menekankan wajahku di bahunya agar bisa melupakan bahwa aku berada di atas udara cuma bergelantungan di tangga helikopter saja.

"Hmm... sebegitu takutnya kah kamu dengan ketinggian?"

"Jelas saja bodoh! jika seseorang berada dalam posisi seperti aku ini mereka pasti akan menggila karena ketakutan!" Gumamku, tanpa bisa kutahan badanku bergetar ketakutan.

"Shuuusss...! Tenanglah aku akan memengangimu! Kamu tidak akan terjatuh," Janjinya.

"Tristannnn... Cepat bawa kami ke darat secepatnya!" Teriaknya pada pilot di helikopter itu.

"Baik Takeru-sama!"

Akhirnya kami sampai di tempat parkir helikopter tepatnya di atas tempat pernikahanku. Karena aku tidak mau melepaskan pelukanku, Takeru akhirnya menggendongku dan masuk ke dalam ruang tunggu. Dia tidak menurunkanku di kursi sebaliknya dia duduk di kursi itu sambil memangku ku membisikkan kata-kata menenangkan agar aku kembali tenang. Entah kenapa aku mulai merasa nyaman padanya, seakan-akan aku sudah mengenalnya sejak lama, tapi mungkin hanya perasaanku saja. Ya, hanya persaaanku saja.

"Takeru-sama bagaimana dengan pernikahan anda?" tanya seorang pria, sebelumnya dia telah mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Tunda saja setengah jam! Biarkan calon istriku tenang terlebih dahulu! Baru kita lanjutkan!" Katanya langsung memberi perintah.

"Baik Takeru-sama!" Jawabnya sambil membungkukkan badannya lalu keluar dari ruang tunggu.

"Tsubasa..? Apakah kamu sudah mulai tenang?" Tanyanya lembut.

"Hngg..." Kataku lalu mengangkat kepalaku agar bisa menatapnya, tanganku tetap saja di lehernya dan tidak melepaskannya.

"Jika kau sudah tenang, ayo kita keluar," katanya sambil menatapku dengan intens.

Aku hanya menatapnya sekilas kemudian kembali membuang muka, memikirkan bagaimana aku harus kabur sekarang.

"Jangan pernah berpikir untuk kabur, Tsubasa!" Ancamnya sambil menciumi leherku dengan gerakan erotis, membuatku bergidik.

"Ti..tidak kok.. Ak..aku tidak pernah berpikir untuk kabur," kataku gelagapan. "Darimana dia tahu apa yang kupikirkan?" Pikirku kebingungan.

"Jangan bohong! Itu tercermin jelas di wajahmu tadi" katanya datar tapi matanya menunjukkan binar geli menatapku.

Aku hanya membuang muka karena kesal kepadanya.

"Ayo keluar!" Katanya lalu menurunkanku dari pangkuannya dengan pelan dan Ia pun ikut berdiri.

"Jeevann!" Serunya memanggil seseorang.

"Ada masalah apa Takeru-sama!" Kata orang yang baru masuk itu sambil membungkukkan badan.

"Panggilkan Noda, suruh dia agar merias wajah calon istriku sekali lagi! Dan juga suruh Lisha untuk membawa gaun untuk mengganti gaun pengantinnya dengan gaun cadangan yang kubelikan untuknya!" Katanya lalu berderap meninggalkan ruang tunggu tempatku berada.

"Dan ingat suruh beberapa bodyguard untuk berjaga di depan pintu dan jendela agar dia jangan kabur lagi dari sana, kejadian yang tadi aku tidak mau terulang lagi hanya karena kalian lalai dalam menjalankan tugas yang kuberikan!" kata Takeru dingin kepada Jeevan dengan nada mengancam.

"Baik dan maafkan saya Takeru-sama," katanya sambil membungkukkan badannya kepada Takeru lalu pergi untuk melakukan semua yang kuperintahkan kepadanya.

"Sepertinya dia tidak sadar. Aku sudah memprediksi hal ini pasti akan terjadi, jadi aku sudah menyiapkan semuanya dengan sangat baik bahkan dengan dua gaun pengantin," gumam Takeru sambil tertawa pelan lalu berjalan menuju ruang tunggunya yang jauhnya hanya lima ruangan dari ruangan Tsubasa.

****

Apakah anda Ichinose Tsubasa menerima Shirogane Takeru sebagai suami anda dalam suka maupun duka, dalam sakit maupun sehat, dalam kaya maupun miskin?" Tanya pendeta itu kepadaku.

Aku hanya menggigit bibirku dalam diam, tidak tahu harus berkata apa. Jelas saja aku tidak mau menjadi istri dari lelaki brengsek disampingku ini.

"Cepat jawab atau aku akan mencium mu sekarang juga!" bisiknya padaku. Suaranya memang lembut tapi terasa mengancam membuatku merinding ketakutan, meskipun bisa dibilang aku ini sangat keras kepala.

"Ak...aku...bersedia," jawabku dengan pasrah. Aku memang sudah tidak bisa menolaknya lagi dari awal, karena sifatnya yang seperti tidak ingin dibatah membuatku agak takut kepadanya.

Takeru hanya tersenyum tipis saat mendengar jawabanku. Pendeta itu pun menanyakan pertanyaan yang sama denganku kepada Takeru dan langsung dijawabnya bersedia dengan mantap.

"Kalian sudah resmi menjadi suami-isteri sekarang, Takeru-sama anda boleh mencium mempelaimu sekarang," kata pendeta itu mempersilakan.

Takeru pun maju selangkah menghapus jarak diantara kami, dia pun mengangkat tudung yang melindungi mukaku lalu menciumku.

Awalnya lembut tapi akhirnya menggebu-gebu, dia memberi tanda agar aku membuka mulutku tapi selalu kupertahankan agar tidak terbuka, mungkin karena aku tidak kunjung meresponnya dia menggigit lembut bibir bawahku agar aku membuka mulutku supaya dia bisa menyusupkan lidahnya ke dalam mulutku, mengabsen setiap rongga mulutku, aku terpaksa menyerah padanya dan membiarkannya mengeksploitasi diriku sesuka hatinya.

"Takeru hen...ti...kan...!" Selaku disaat aku kehabisan napas, tak luput aku berusaha mendorong dan memukul pelan dadanya, tapi dia melingkarkan tangannya dipinggangku dan menjagaku agar aku menempel di tubuhnya. Dia tambah menciumku semakin ganas. Saat aku sudah tidak dapat bernapas lagi dia baru melepaskan ciumannya.

"Kau memang sialan!" Kataku padanya. Aku tidak dapat menopang tubuhku lagi dan sepenuhnya bersandar kepada Takeru seandainya saja dia melepaskan dekapannya sudah kupastikan bahwa aku akan jatuh tersungkur di lantai. Dia hanya menyerigai saja lalu menghadap ke arah penonton yang sedari tadi bertepuk tangan.

"Ayo kita nikmati pesta pernikahan kita, istriku!" Katanya dengan nada menekan lalu menuntunku turun dari altar gereja dengan lembut.

****

"Huhhh.... Rumah ini besar sekali!" kataku kecapekan. Sebelum aku sampai ke kamar ini tentu saja aku tersesat di rumah kediaman Shirogane ini. Tapi meskipun seperti itu aku sama sekali tidak melihat seorang pelayan pun dilantai ini.

Rumah ini seperti istana saja banyak sekali lorong dan besarnya pun kurasa dua puluh kali lipat dari rumah lamaku yang memang bisa dibilang besar juga, aku merasa rumah ini hampir dua perempat luas negara ini.



"Waktunya tidur," seruan Takeru membuyarkan lamunanku tentang rumahnya ini.

"Tidur? Apa maksudnya kita tidur berdua? Sekamar? Tidak! Aku akan tidur diluar saja!" Kataku lalu buru-buru keluar kamar.

"Apa? Apa maksudmu?" Tanyanya bingung sambil meraih bahuku, mencoba menahanku agar aku tidak pergi meninggalkan kamarnya yang sangat luas ini.

"Jangan sentuh aku! Aku tidak akan pernah mau menjadi istrimu!" Sahutku sambil melempar bantal yang sedari tadi kupegang.

"Dia pasti marah kepadaku, tapi masa bodohlah, aku memang dari dulu keras kepala dan tidak akan pernah mau diatur apalagi dipaksa," batinku sambil menutup mata menunggu reaksi Takeru.

"Jangan khawatir aku tidak akan pernah menyentuhmu. Yang aku mau adalah hatimu. Aku akan tidur di ruangan lain malam ini. Selamat malam istriku, tidurlah yang nyenyak," katanya sambil mengusap kepalaku lalu berjalan keluar dari kamar tidurnya yang bernuansa hitan dan biru tua ini.

"Yang aku mau adalah hatimu. Perkataan yang sangat berani. Apakah dia benar-benar serius denganku?" Tanyaku bingung. "Aku benar-benar tidak mengerti kamu, Shirogane Takeru!"

****

"APAAA? aku harus pindah sekolah? Sekarang?" Teriakku histeris pada salah satu maid yang memberitahuku agar aku berpindah seragam sekolah.

"Ya, mulai sekarang Madame akan pindah ke Souseikan High School. Ayo cepat ganti seragammu, Madame," kata maid itu takut-takut sambil menyodorkan seragam berwarna merah itu padaku. Seragam itu sungguh indah, sangat berbeda dari setaga di sekolah lamaku tapi aku tetap tidak mau!

"Aku tidak mau! Aku juga belum mengucapkan selamat tinggal pada teman-teman dan sahabatku di sekolah lamaku!" Jeritku frustasi.

"Tapi ini adalah permintaan Tuan Muda," kata maid itu lagi dengan nada takut-takut.

"Shirogane Takeru!!! Kamu brengsek!!" Teriakku lewat jendela saat melihat Takeru akan pergi berangkat entah ke kantor ataupun kesekolah, pokoknya aku tidak peduli.

"Madame sangat bersemangat ya hari ini," kata salah satu orang yang mengikuti Takeru. Matanya menunjukkan binar geli saat menatapku marah marah dari atas balkon kamarku.

"Ya, dia sangat bersemangat hari ini," jawab Takeru sambil tersenyum kecut.

Akhirnya dengan sangat terpaksa aku pun mengganti seragam sekolah lamaku dengan seragam sekolah baru, lalu aku turun ke bawah untuk sarapan, karena Takeru sudah berangkat duluan, disinilah aku sarapan sendirian, lalu aku masuk ke mobil limosin milik Takeru dan berangkat ke Souseikan High School, scekolah baruku.

****

"Wahh... Sekolah ini benar-benar sangat menakjubkan!!" Batinku takjub. Siapa orang yang tidak takjub dengan sekolah ini, sekolah ini besarnya mungkin sepuluh kali lipat dari sekolah lamaku walaupun bisa kukatakan bahwa rumah Takeru sepertinya lebih besar daripada sekolah ini, hanya perkiraanku saja.



Sekolah ini seperti sekolah modern lainnya bahkan di sekolah ini murid tidak lagi mencatat menggunakan buku melainkan setiap murid diberi satu laptop dan tab. Aku melangkahkan kakiku mencari kelasku.

"XI S.... XI S....? Ahh... Disini!" Seruku senang, aku melangkahkan kakiku untuk memasuki kelas yang wawww.... Bahkan orang kaya pun aku rasa akan tercengang juga sama sepertiku, ruang kelas ini sangatlah besar sepertinya murid kelas ini tidaklah mencapai lima belas orang, aku mencari kursi kosong dan duduk disana.

"Senang bertemu denganmu Shirogane Tsubasa-sama," tiba-tiba tiga orang perempuan datang kedepan mejaku dan menyapaku dengan hangat.

"Ahh... Kamu maksud aku kan? Senang bertemu denganmu juga," kataku riang.

"Namaku Kirana Lusha. Cukup panggil Kirana saja."

"Namaku Nao Minami. Cukup panggil Nao saja Tsubasa-sama."

"Aku adik kembaran Nao, namaku Mio Minami. Cukup panggil aku Mio."

"Selamat datang di kelas XI S, kami senang sekali kau menjadi keluarga di kelas Special ini," seru Kirana.

"Terimakasih atas sambutannya dan salam kenal kalian bertiga. Mungkin kalian sudah mengetahui namaku tapi aku akan memperkenalkan diriku lagi. Namaku Ichinose Tsubasa kalian bisa memanggilku Tsubasa. Kenapa kalian memanggilku Shirogane?" Tanyaku bingung masalahnya namaku Ichinose bukan Shirogane.

"Bukankah Tsubasa-sama sudah menikah dengan Takeru-sama?" Tanya Nao bingung. Kata-kata Nao mengingatkanku bahwa aku sudah menikah dengan Takeru, tentu saja dengan otomatis nama belakangku berubah mengikuti nama belakangnya.

"Tunggu apa maksudmu dengan kelas special?"

"Kelas ini dirancang khusus Tsubasa-sama makanya namanya kelas special, hampir semua murid di kelas ini adalah anak bangsawan ataupun anak dari perusahaan terkenal dunia, karena hanya dari golongan mereka saja yang dapat masuk ke kelas ini," jelas Nao.

"Tsubasa-sama, aku benar-benar sangat iri kepadamu karena bisa menikahi Takeru sama," kata Kirana dengan mata berbinar-binar.

"Tunggu tunggu!! Pertama, apakah kalian mengenal Takeru? Dan kenapa kalian mengetahui pernikahanku?" Tanyaku bingung, masalahnya aku baru hari ini bertemu mereka bertiga dan aku merasa pernikahanku tidak tersebar ke publik.

"Tentu saja kami mengetahui Takeru-sama. Siapa orang didunia ini yang tidak mengenal Takeru-sama," kata Mio santai.

"Dan untuk pernikahanmu, well... Kami tahu dari koran pagi ini. Sekarang tidak akan ada orang yang akan mengabaikanmu, jika Tsubasa-sama berpikir pernikahan kalian tidak tersebar di media massa, Tsubasa-sama salah besar," tambah Nao sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menyodorkanku sebuah koran.

"Whaaa...! Besar sekali fotonya!" Pekikku kaget saat melihat koran yang disodorkan oleh Nao. Memang fotoku dan Takeru yang sedang berciuman tertampang sangat besar di halaman depan koran dan menjadi berita hangat saat ini.

"Takeru-sama adalah salah satu CEO dari perusahaan paling besar didunia. Kakayaannya mendapatkan peringkat nomor satu di dunia ini. Meskipun dia masih sangat muda bahkan seumuran kita, dia mempunyai banyak sekali musuh, jadi kamu harus berhati-hati Tsubasa-sama," lanjut Kirana.

"Musuh??" Tanyaku pucat.

"Benar Takeru-sama mempunyai banyak sekali musuh dari perusahaan kecil yang dihancurkan oleh Takeru-sama bukan tepatnya menghancurkan tapi perusahaan itu tidak dapat bersaing dengan perusahaan Takeru-sama. Terdengar kejam kalau saya bilang Takeru-sama yang menghancurkan," tambah Nao.

"Tapi Tsubasa-sama bisa tenang di sekolah ini, karena ada banyak bodyguard yang menjaga sekolahnya ini, tepatnya karena Tsubasa-sama baru memasuki sekolah ini, sepertinya Takeru-sama menambah penjagaan menjadi semakin ketat saja bahkan ada beberapa bodyguard di depan kelas XI S untuk menjaga Tsubasa-sama, sebelumnya kelas ini jarang sekali dijaga kecuali jika Takeru-sama memasuki kelas karena pengamanan yang dipasang di kelas ini sudah sangat sempurna," jelas Kirana sambil menunjuk ke depan kelas dan memang benar ada 6 bodyguard didepan kelas dan mungkin yang berjaga di depan jendela lebih banyak lagi.

"Ahh...sekarang aku mengerti, dia melakukan ini semua untuk melindungiku. Ketika aku berpikir lagi apa yang kukatakan padanya tadi pagi, aku merasa sangat bersalah," batinku.

"Ada masalah apa Tsubasa-sama?" Tanya Mio khawatir melihat aku diam saja.

"Ahh...Tidak ada apa-apa. Boleh aku bertanya dimana kelas Takeru?"

"Apa Tsubasa-sama tidak menyadarinya dari tadi? Disinilah kelas Takeru-sama. Mungkin Tsubasa-sama memang tidak menyadarinya karena mungkin baru masuk ke kelas ini, tapi kelas ini, seperti yang sudah kubilang sebelumnya paling berbeda dari kelas lainnya. Coba Tsubasa-sama perhatikan kelas ini, memang disini ada jendela tapi jendela ini anti peluru dan dinding ini tidak bisa tembus peluru juga karena didalam tembok ini ada besi anti peluru dan di kelas inilah paling banyak bodyguard akan berjaga jika Takeru-sama masuk kelas, seperti yang kukatakan tadi," jelas Kirana panjang lebar.

"Kenapa Takeru tidak berada disini? Bukankah tadi aku melihat dia sudah berangkat duluan?" Tanyaku lagi lebih kepada diriku sendiri.

"Kalau itu kami juga kurang tahu tapi Takeru-sama memang seperti itu, dia jarang sekali masuk kelas tapi kalau pekerjaannya tidak terlalu menumpuk dia akan masuk, dari kecil Takeru-sama adalah anak yang jenius, tidak masuk kelas saja dia selalu mendapat peringkat satu," jelas Nao takjub.

"Ooo terimakasih atas informasinya," kataku sambil membungkuk.

"Jangan membungkuk dihadapan kami Tsubasa-sama, derajat kami sangat rendah disekolah ini," kata Mio sambil memegang bahuku agar aku tidak membungkuk.

"Biarpun derajat kalian rendah ataupun tidak tapi itulah caraku berterimakasih," kataku sambil tersenyum manis.

"Tapi tetap saja kami tidak enak hati Tsubasa-sama," kata Kirana.

"Kenapa?"

"Karena Takeru-sama yang memperbolehkan kami memasuki sekolah ini bahkan sampai memasukkan kami ke kelas XI S ini. Karena tidak sembarang orang bisa masuk ke kelas ini, biarpun dia mempunyai banyak uang ataupun aset yang berlimpah tapi yang bisa masuk kelas ini adalah anak-anak pilihan. Awalnya kami hanyalah seorang anak miskin yang tidak dapat bersekolah. Tapi entah kenapa kami bertemu Takeru-sama dan dia menyekolahkan dan membiayai hidup kami," kata Kirana.

"Ahh...begitu."

"Ahh Tsubasa-sama sebelum saya lupa, tadi asisten Takeru-sama bilang kau harus duduk disini," kata Kirana sambil menunjuk satu kursi yang berada dua dari depan dan persis ditengah-tengah.

"Kenapa?"

"Karena disanalah tempat Takeru-sama duduk," lanjut Kirana.

"Ahh... aku tidak mau!" sahutku pedas.

"Asisten Takeru-sama bilang jika kamu duduk didekatnya itu akan lebih gampang bagi Takeru-sama untuk melindungimu dan kami hanya menyampaikan apa yang dikatakan asisten Takeru-sama kepada kami," jelas Nao sabar sambil tersenyum.

Aku hanya bisa tersenyum miris mendengar penuturan Nao, Mio maupun Kirana. Akupun mengambil tasku lalu berpindah tempat duduk ke tempat yang tadi ditunjuk oleh Kirana. Kursi tempat Takeru duduk pun berbeda dari kursi yang lain, memang kursi di kelas kami khusus berdua-dua atau lebih tepatnya kursi ini kursi panjang dan berbeda dari sekolah normal manapun, makanya dipakai untuk pasangan yang bertunangan ataupun mungkin yang sudah menikah dan sebangsanya lah. Dan seperti yang sudah kutebak berarti aku harus duduk berdua dengan Takeru. Kulihat mereka bertiga sudah kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Aku merasa kesal karena diperlakukan beda oleh teman-teman sekelasku tapi mau dikata apa mungkin mereka sangat menghormati Takeru. Memang ada beberapa perempuan yang memadang sinis dan tidak terima kepada ku tapi masa bodoh lah, memangnya aku peduli dengan kalian selama kalian tidak mengganggu hidupku aku sih tenang-tenang saja.

"Baiklah ayo kita mulai pelajaran!" Kata seorang guru pria masuk ke dalam kelas lalu langsung menulis materi di papan tulis. "Keluarkan buku Matematika kalian halaman 67," lanjutnya lalu menulis lagi.

SRREEEKK... "Sensei Maafkan saya karena terlambat!" Seru Takeru sambil masuk kelas dengan tenang.

"Tidak mengapa, Aku tahu kamu sibuk, silakan duduk!"

"Terimakasih Kanata-sensei," kata Takeru lalu menuju ke tempat duduknya yang tepat disebelahku.

"Senang melihatmu berada disini Tsubasa," katanya kalem.

"Kapan kamu berganti pakaian?"

"Tadi di kantor," katanya santai lalu mengeluarkan bukunya. "Mau minjam bukuku?" Tawarnya.

"Boleh, terimakasih," kataku lalu bergeser agar mendekatinya supaya aku dapat melihat bukunya.

"Kukira kamu akan menolak untuk duduk disampingku."

"Aku memang sudah menolak, tapi mereka menyuruhku untuk duduk disini! Bahkan mereka memaksaku! Dan tidak memperbolehkanku duduk di tempat lain selain disini," kataku ketus.

"Hmm... Memang aku yang menyuruh mereka melakukan itu lewat asistenku tentunya," sahutnya sambil tersenyum nakal.

"Sudah kuduga kau memang brengsek!" Kataku pelan agar dia tidak mendengar apa yang kuucapkan.

****

"Mari kita akhiri pelajaran hari ini! Silakan beristirahat," kata Kanata-sensei sambil keluar dari kelas.

"Tsubasa kamu mau kemana?" Tanya Takeru bingung dia menangkap tanganku yang mau keluar dari kursi.

"Tentu saja ke kantin. Aku lapar," kataku ketus.

"Kantin? Disini hanya ada restaurant."

"Terserah mau kantin ataupun restaurant, mereka sama saja, yang penting bisa membeli makanan. Aku lapar tadi pagi aku hanya makan sedikit, aku akan pergi bersama Kirana-chan, Nao-chan, dan Mio-chan" sahutku berusaha melepaskan genggamannya dan bukannya melepaskannya dia malah menggenggamku lebih erat kemudian menarikku ke suatu tempat.

"Kirana-san, Nao-san, Mio-san, aku pinjam Tsubasa!" Seru Takeru pada mereka bertiga sambil tetap memegangi tanganku agar aku tetap mengikutinya.

"Dengan senang hati, Takeru-sama, lagipula dia memang milikmu!" Seru Kirana sambil terkikik pelan.

"Kita mau kemana? Aku mau makan!" Sentakku.

"Diam saja dan ikuti aku," katanya dengan tenang, banyak bodyguard yang mengikuti di belakangku dan Takeru.

Aku hanya bisa memberengut kesal dan mengikutinya. "Aku akan mengikutimu, tapi kau tidak harus menarikku seperti ini," kataku kesal.

"Kalau tidak begini kau akan kabur," jawabnya tenang.

"Tidak bakal."

"Hmm..."

"Sampai!" Kata Takeru lalu mendorongku masuk ke salah satu ruangan.

"Disini ruangan aku biasanya makan dan bersantai, bisa dibilang ini ruangan pribadiku. Kau tidak perlu takut apa-apa disini. Ah disana pelayanku sudah menyiapkan makanan, kau boleh makan. Aku mau tidur dulu," kata Takeru lalu berjalan menuju ke kasur yang memang ada disana.

"Takeru aku bingung darimana kamu bisa mendapatkan ruangan pribadi ini?" Tanyaku.

Aku merasa kedudukan Takeru sangatlah aneh disekolah ini kenapa dia bisa dengan mudahnya memasukkan ku ke kelas XI S, bahkan dengan santainya menyuruhku pindah tempat duduk, dan sepertinya dia mempunyai hak kuasa di sekolah ini karena dengan mudahnya dia membawa bodyguard masuk ke dalam sekolah ataupun menambah penjagaan di sekolah ini.

"Aku yang mempunyai sekolah ini," jawabnya santai. "Dan tentu saja aku bisa mendapatkan apa yang aku mau."

"Hahhh...?! Kau yang mempunyai sekolah ini?! Sekolah yang sangat terkenal ini?!" Pekikku terkejut. Seberapa besar sih kekayaan Takeru ini, tunggu tadi kata Kirana-chan kekayaannya peringkat satu didunia kenapa dia mau menjadikanku sebagai istrinya padahal sebenarnya dia bisa saja memperistri anak bangsawan bukan orang biasa sepertiku.

"Ya, memang aku yang mempunyai sekolah ini," serunya sombong.

"Sepertinya aku mulai mengerti. Aku mau makan dulu, dasar sombong!" seruku sambil menyantap makanan. Kulihat Takeru sudah tertidur dengan lelap.

"Cepat sekali dia tidur. Apa dia sakit?" Tanyaku bingung plus khawatir. Kuhentikan makanku secepatnya dan mendatangi kasur tempat Takeru tidur, kasur ini tidak bisa dibilang kecil bahkan ukurannya lebih besar dari kasurku yang berada di rumah lamaku dan jika aku perkirakan akan muat sepuluh orang lebih jadi aku menaiki kasur dan duduk disebelah Takeru lalu memegang dahinya.

"Hmm tidak panas kok, sebentar lagi lonceng harus kubangunkan atau bagaimana?" Pikirku bingung.

Tiba-tiba Kurasakan tangan Takeru menarikku dengan kuat sehingga aku kehilangan keseimbangan lalu jatuh ke dalam pelukannya, dia langsung mendekapku dengan erat.

"Takeru, lepaskan!" Kataku panik sambil mendorongnya sekuat tenaga tapi dia sama sekali tak bergerak seolah-olah tidak terpengaruh sama sekali dengan doronganku.

"Tidak akan! Siapa suruh kau menggodaku dengan mendatangi kasurku, sekarang kau harus tidur denganku," katanya dengan nada jahil, matanya menatapku dengan lembut.

"Aku tidak akan pernah menggodamu tahu! Aku cuma mengecek apakah kamu sakit atau tidak dan sebentar lagi kita akan masuk kelas, jadi cepat lepaskan aku!" sahutku sambil berusaha melepaskan diri dari dekapan Takeru yang sekuat baja tapi tidak menyakitiku sama sekali.

"Cukup diam saja dan jangan memberontak," katanya kalem.

"Huhh...mana aku mau! Lepaskan aku!" Seruku terus memberontaknya.

"Jika kau terus memberontak dan tidak mau diam akan kucium kau."

"Hahhh.....?! Aku tidak mau lagi kau cium! Baiklah Aku akan menemanimu! Tapi hanya cukup sekali ini saja," kataku mengancam lalu meletakkan tanganku didadanya dan mendekat kepadanya agar aku tidak kedinginan.

"Kayla apa kau disini?" Panggil Takeru.

"Ya Tuan?"

"Betulkan selimut kami lalu bereskan bekas makan istriku setelah itu kau boleh keluar!"

"Baik Tuan!" Katanya lalu melakukan apa yang kusuruh.

"Nah kau bisa tidur tanpa kedinginan, Sweethearts!" Kata Takeru sambil tersenyum manis.

Aku hanya tersenyum kecil lalu memejamkan mata.

****

"Hoaamm...!" Aku terbangun dari tidur nyenyak ku, kulihat Takeru masih berada di sebelahku. Tangannya masih memeluk pinggangku, Hembusan nafasnya sangat teratur menandakan dia masih tertidur. Mungkin dia sangat kelelahan.

Kusentuh pipinya dengan lembut agar aku tidak membangunkannya dari tidurnya, akupun mencoba melepaskan tangannya dengan lembut dari pinggangku dan beringsut menjauh dari kasur ini. Saat aku merasa sudah berada ditepi ranjang tiba-tiba sebuah tangan menarikku pinggangku membuatku kehilangan keseimbangan, dan jelas saja aku menubruk sebuah dada bidang dibelakangku.

"Kenapa kamu tidak membangunkanku?" Tanya Takeru dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Aku cuma tidak mau mengganggumu! Aku mau kembali ke kelas!" Kataku mencoba melepaskan tangan Takeru.

"Hmmm... Sepertinya kau belum sadar jam berapa sekarang," kata Takeru sambil menatapku dengan mata hitam coklatnya yang sangat kusuka, mulutnya membentuk senyuman jahil seraya menyuruhku memperhatikan jam yang tergantung di dinding tak jauh dari tempat tidurku.

"Memang sekarang jam berapa?" Tanyaku bingung lalu memperhatikan jam.

"Hahh...! Sudah jam 2 siang berarti sekolah sudah berakhir," kataku kaget.

"Seperti itulah, ayo bangun. Aku perlu ke kantor lagi kau boleh menggunakan bajumu yang baru saja kubelikan di lemari itu untuk mengganti baju seragam mu," katanya sambil berdiri lalu mengulurkan tangannya kepadaku untuk membantuku berdiri.

"Terimakasih Takeru tapi tidak dengan membuatku bolos pelajaran," kataku geram lalu kusambut uluran tangannya agar membantuku menyeimbangkan diri.

"Sekali-kali tidak apa-apa. Umm... Tsubasa mungkin beberapa hari kedepan aku tidak akan pulang kerumah maupun pergi ke sekolah. Aku akan sangat sibuk tapi setelah seminggu aku akan pulang jadi tunggu aku ya!"

"Tidak mau!" Ketusku.

"Ahh... Hampir lupa dua minggu dari sekarang kita akan menghadiri sebuah pesta di kediaman keluarga Vinestia, sebenarnya aku tidak terlalu menyukai acara seperti itu tapi jika kamu bisa, aku mau mengajakmu ke pesta itu sebagai pendampingku, mungkin bukan sebagai pendampingku tapi sebagai isteriku," jelas Takeru seraya mengabaikan semua perkataan yang baru saja kuucapkan, dia mengganti baju seragamnya dengan jas berwarna hitam.

"Aku pergi dulu Tsubasa. Orang-orang ini akan mengantarmu untuk pulang," jelasnya lalu mencium pipiku dengan singkat dan pergi diikuti beberapa bodyguardnya.

"Huhh... Orang gila!" Kataku sinis. Karena malas mengganti seragam kubiarkan saja dan langsung keluar lalu akupun meminta seorang bodyguard untuk menyiapkan mobil dan langsung pulang ke rumah Takeru.

****

"Okaerinasai Tsubasa-Ojousama," seru semua pelayan saat aku pulang kerumah.

"Tadaima," kataku pelan.

"Tolong berikan tas anda kepada saya, Tsubasa-Ojousama," pinta seorang pelayan laki-laki sambil mengulurkan tangannya untuk meminta tasku. Kuberikan tasku padanya dan langsung dibawanya menuju kamarku.

"Jangan ikuti aku kekamarku!" Kataku lalu meninggalkan mereka menuju kamarku, lebih tepatnya kamarku dan Takeru.

"Maafkan aku Takeru tapi aku mau pulang, aku tidak bisa berlama-lama disini," gumamku lalu mengganti bajuku dengan baju biasa dan keluar rumah dengan mengendap-endap.

Memang penjagaannya luar biasa ketat tapi bukan namanya Tsubasa jika tidak bisa keluar. Setelah sudah sampai diluar, aku langsung saja keluar melalui gerbang belakang yang tersembunyi dan pergi kerumah papaku, satu-satunya keluargaku yang masih tertinggal walaupun tidak perlu keluar secara diam-diam aku hanya mau diberi privasi dengan papaku dan aku ingin tinggal disana lebih lama karena hanya disanalah aku dapat merasakan kehadiran ibuku di dalam hatiku.

****

Aku hanya berjalan dengan tatapan kosong menuju rumah ayahku, memang aku sangat senang meninggalkan Takeru dan bebas dari kekangannya tapi kenapa rasanya hatiku sangat sakit jadi aku hanya berjalan pelan tanpa sadar ada seorang yang membekap mulutku dan duniaku langsung menjadi gelap.

Saat sadar aku berada di sebuah kursi dengan tangan dan kaki terikat dengan kuat, langsung saja aku meronta minta dilepaskan.

"Heiii!!!!! Lepaskan aku!!!!!"

"Diam lah nona jika kau tidak ingin kubunuh!! Kau hanyalah alat yang akan kupakai untuk menjatuhkan Shirogane Group!!" Katanya lalu menampar pipiku dengan keras tak lupa juga dia menendangku dan memukulku. Darahpun mengalir di sudut bibirku, tamparannya keras sekali membuat mataku berkaca-kaca menahan sakit.

"Kenapa kau ingin menjatuhkannya? Apakah dengan menculikku dapat menjatuhkan Tekeru dengan mudah!!" Kataku menantang walaupun suaraku agak sedikit bergetar karena harus menahan sakit.

"Jelas saja karena Shirogane Takeru menjatuhkan perusahaanku sampai aku terlilit hutang dan dikejar-kejar seperti buronan tapi dengan menculikmu aku dapat menjatuhkan Takeru dengan mudah, karena hanya kau sajalah orang yang paling disanyanginya," katanya lalu tertawa kejam, dia menggores tangan dan kakiku dengan pisau yang dibawanya.

"Aawww....! Takeru tidak mungkin datang menyelamatkanku!!!" Kataku sambil meringis kesakitan mengingat dia tidak akan pulang selama seminggu, gimana dia bisa tahu keberadaanku disini.

"Kita tunggu saja nona!! Cepat atau lambat dia akan datang menemuimu disini," Jawabnya dengan memberiku tendangan terakhir sebelum keluar ruangan pengap ini.

"Jelas saja Takeru tidak mungkin datang! Dia tidak mungkin datang untuk seorang wanita sepertiku yang mungkin dinikahinya hanya untuk main-main saja," gumamku sambil menahan tangis yang mungkin akan keluar.

****

Takeru PoV

"Takeru!!!!"

"Ada apa Jeevann?" Tanyaku bingung karena Jeevann masuk ke kantorku dengan mendadak tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Maafkan saya karena lancang masuk ke dalam Takeru tapi kita dalam masalah besar."

"Masalah apa?"

"Istrimu sepertinya diculik," katanya singkat.

"Apaaa??? Bagaimana dia bisa diculik??? Penjagaan di rumah sudah kuperketat!!" Seruku panik.

"Aku juga kurang mengerti detailnya Takeru, tapi kata Maid yang bertugas menjaga Madame, dia tidak ada di kamarnya sewaktu mereka mencarinya untuk makan siang, lalu Maid itu juga bilang mereka sudah mencarinya di dalam rumah dan sekitarnya, tapi Madame tetap tidak ada, jadi kemungkinan terbesar dia diculik atau melarikan diri, bisa juga dia melarikan diri kemudian diculik," jelas Jeevann enteng setengah bercanda.

"Siapa menculiknya? Cari tahu sekarang!!Cepat!!" Teriakku padanya.

"Baik Takeru," sahutnya pelan lalu bergegas keluar ruangan.

"Siall!!!" Kataku lalu meninju dinding. Hatiku tidak dapat tenang setelah mendengar istriku diculik cuma gara-gara aku tidak tinggal disampingnya bahkan belum sampai satu hari, pikiranku tidak dapat berkonsentrasi lagi dengan pekerjaan dengan gelisah aku duduk menunggu kabar dari Jeevann, asisten kepercayaanku.

"Takeru!! Aku sudah tahu siapa yang menculik Madame," seru Jeevann cepat.

"Siapa??" Tanyaku tidak sabar.

"CEO dari grup Yunigani yang kemarin baru saja kita jatuhkan perusahaannya, tempat persembunyiannya mungkin di sebuah rumah di pinggir kota, aku rasa tempat itu dekat dengan sungai, jika dilihat dari GPS yang berada di baju Madame," jelas Jeevann cepat dan lengkap karena melihat mukaku yang sangat seram seperti induk singa yang siap memangsa lawannya dengan ganas.

"Cepat kumpulkan beberapa bodyguard dan siapkan helikopter kita kesana sekarang!!" Kataku padanya.

"Baik!!" Jawabnya lalu lari keluar ruangan untuk melakukan apa yang kusuruh.
Segera saja aku berlari keluar ruangan menuju bagian atas kantorku tempat semua helikopter ku terparkir.

"Takeru semua sudah siap!! Bodyguard sudah berada di dalam mobil dan sedang menuju ke tempat dimana Madame diculik, tinggal kita saja kesana dengan helikopter, semua pekerjaan kita sementara akan ditanggung oleh Ichiya," kata Jeevann saat aku hendak masuk ke dalam lift. Benarkan dia sangat cocok menjadi asistenku, dia sangat cepat melakukan apa yang kusuruh. "Jeevann, nanti siapkan kamarku di hotel milik kita," kataku.

"Baik!" Jawabnya dan langsung menelphone seseorang untuk melakukan apa yang kusuruh.

"Tristan, pergi ke rumah yang ada dipinggir kota, cepat!! Ikuti GPS yang akan ditunjukkan okeh Jeevann," Kataku murka. Kepanikkan sudah menguasai diriku, aku sangat takut kehilangan Tsubasa, orang yang sangat kucintai setelah aku kehilangan kedua orang tuaku dalam kecelakaan.

****

"Wahh....wahh.... Sambutan yang sangat hangat," seru CEO Yunigani itu kepadaku.

"Kembalikan Tsubasa!!" Kataku geram.

"Jika aku tidak mau?"

"Aku tidak akan segan segan membunuhmu!" Geramku.

"Aku akan mengembalikan istrimu jika kau mengembalikan perusahaanku, sebuah tawaran yang sangat menarik bukan."

Aku hanya terdiam mendengar perkataan itu jelas saja apa untungnya bagiku jika aku mengembalikan perusahaannya, benar-benar tawaran yang tidak menarik.

"Takeru kau tidak usah pedulikan akuuu!!! Pergilahh...!" Seru Tsubasa lemah kepadaku. Aku semakin geram saat melihatnya dengan keadaan seperti itu, tubuhnya penuh luka dan lebam disana-sini bahkan masih ada darah yang mengalir dari tangan dan kakinya yang terluka akibat senjata tajam bajunya sudah koyak dan kotor akibat darah yang terus mengalir dari pelipis dan tangannya.

"Bodyguard tangkap dia!!" Seruku nyaring.
Saat CEO itu sudah ditangkap segera saja kubuka ikatan ditangan dan kaki Tsubasa.

"Tsubasa! Tsubasa! Kamu dengar aku bukan! Kamu tidak apa-apa bukan?" Tanyaku khawatir. Tanganku memegang pipi Tsubasa dengan bergetar.

"Aku tidak apa-apa Takeru, terimakasih telah menyelamatkanku!!" Katanya sambil tersenyum lemah. Segera saja kugendong dia menuju helikopter ku.

"Jeevann suruh mereka membawa CEO itu ke kantor polisi atas tuduhan penculikan! Atau jika kau mau kau boleh saja membunuhnya sekarang. setelah kamu selesai membereskan serangga kecil itu kamu ikut aku, kutunggu di helikopter!" Kataku cepat lalu membawa Tsubasa masuk ke dalam helikopterku.

****

"Takeru," panggil Tsubasa dengan lemah.

"Ada apa Tsubasa? Apa kamu memerlukan sesuatu? Maafkan aku telah meninggalkanmu sendirian! Aku tahu aku mempunyai banyak musuh tapi aku tidak dapat menjagamu dengan baik".

"Ssshhhh! Takeru! Aku tidak menyalahkanmu! Karena semua ini memang salahku sendiri," katanya dengan meletakkan satu jari di mulutku agar aku berhenti menyalahkan diriku sendiri.

"Takeru maafkan aku, tapi ini memang salahku sendiri dan bukan salahmu. Ini semua karena aku kabur dari rumah diam-diam," batin Tsubasa sedih dalam hatinya.

"Tristan! Segera ke hotelku disebelah kantor!" Kataku padanya saat Jeevann sudah masuk ke helikopter.

"Baik!"

Saat aku sampai dihotel segera saja aku menggendong Tsubasa dan pergi ke sebuah kamar VVIP yang sudah dipersiapkan oleh Jeevaan lalu kebaringkan Tsubasa dikasur dan menyelimutinya. "Tsubasa, istirahatlah disini, disini kamu akan aman. Jika ada apa-apa segera panggil Asistenku yang sedang berjaga diluar," kataku sambil mengelus kepalanya dan mencium keningnya lalu aku keluar untuk menemui Jeevann.

"Jeevann panggil Itsuki agar dia mengobati istriku dan suruh beberapa bodyguard untuk menjaga hotel dan kamar ini aku tidak mau kejadian ini terulang lagi," kataku padanya.

"Baik Takeru, tapi sepertinya kau perlu ke kantor karena masih banyak pekerjaan menunggumu, tenang saja aku akan menjaga dan mengantar Madame ke kantormu jika dia sudah bangun."

"Aku mengandalkanmu!" Kataku menepuk bahunya lalu pergi menuju helikopter.

****

Tsubasa PoV

"Hghh..." Kataku kesakitan. Jelas saja aku kesakitan, tubuhku saja penuh dengan memar bekas pukulan, tapi sepertinya luka-lukaku sudah diobati dan sekarang dibalut oleh perban.

Tok...tok..."Maafkan saya karena mengganggu waktu tidur anda Tsubasa-sama."

"Siapa kamu?" Tanyaku ketakutan.

"Tidak usah takut kepada saya Tsubasa-sama, saya tidak akan menyakiti anda. Nama saya adalah Jeevann Aldhen Deminson, saya merupakan salah satu asisten kepercayaan Takeru-sama," kata Jeevann sambil membungkuk.

"Dimana Takeru?"

"Takeru-sama sekarang berada di kantornya, sebenarnya dia mau menunggui anda sampai anda bangun tapi saya menyuruhnya pergi kekantor karena pekerjaannya masih menumpuk," kata Jeevann kepadaku.

"Aku mau mandi dahulu, Deminson-san bisakah kau mencarikanku baju ganti?" Tanyaku langsung.

"Panggil saja saya Jeevann, Tsubasa-sama. Baju ganti anda berada disini Tsubasa-sama, Takeru-sama sudah menyuruh saya untuk membelikan anda baju ganti," jelas Jeevann sambil menunjuk salah satu dari dua lemari yang berada di kamar hotel ini.

"Apakah bajuku tidak apa-apa ditinggal di dalam hotel ini?" Tanyaku bingung saat melihat bajuku yang sangat banyak di lemari yang tadi ditunjuk oleh Jeevann.

"Tidak apa-apa Tsubasa-sama. Apakah anda tidak tahu bahwa kamar ini adalah kamar Takeru-sama di hotel ini? Ini kamar VVIP yang dirancang khusus untuk Takeru-sama. Coba lihat lemari satunya, itu semua adalah pakaian Takeru-sama. Karena Takeru-sama sering tidak bisa pulang ke rumahnya makanya dia membuat kamar ini khusus untuknya jika dia malas untuk tidur di kantor atau pulang ke rumahnya," jelas Jeevann.

"Kamar sendiri? Kenapa hotel ini memperbolehkannya mempunyai kamar sendiri yang tidak dapat ditempati oleh orang lain?" Tanyaku lagi sambil mengambil bajuku secara acak.

"Apakah anda tidak tahu Tsubasa-sama? Hotel ini milik Takeru-sama."

"Apaaaa??!!"

"Ya benar, Karena setiap hotel yang bekerja sama dengan Takeru-sama pasti menyediakan satu kamar khusus untuknya, jadi jangan terlalu terkejut seperti itu Tsubasa-sama. sekarang anda bisa mandi saya akan keluar dari sini, jika anda membutuhkan bantuan anda dapat menemui saya diluar kamar," katanya sambil membungkuk kemudian keluar dari dalam kamar.

"Benar-benar hebat! Aku bahkan tidak pernah menyangka bahwa hotel ini pun milik Takeru," seruku takjub.

Aku pun masuk ke dalam kamar mandi dan mulai berendam air panas, setelah merasa cukup aku keluar dan melilitkan handuk untuk mengeringkan badanku setelah itu aku mengambil salah satu baju yang kuambil tadi.

Aku memakai baju cukup simpel yaitu dress selutut berwarna ungu dengan pita dibelakangnya lalu kupakai flat shoes berwarna senada dengan bajuku hanya warnanya lebih muda.

Sebenarnya aku cukup heran, siapa yang membelikan aku baju ini ukurannya sangat pas dibadanku seolah-olah memang dibuat khusus untukku, tapi ahh... aku tidak terlalu peduli yang penting bisa dipakai lah.

Kusisir rambut coklat emas bergelombangku dan kubiarkan tergerai. Setelah siap aku keluar untuk menemui Jeevann.

"Anda sudah siap Madame?"

"Ya, ayo kita pergi," kataku sambil berjalan berdampingan dengannya menuju lift.

"Baiklah."

****

"Takeru kenapa kau menyuruh Jeevann-san mengantarku kesini? Aku kan dapat pulang kerumah dan lagi aku tidak apa-apa?" Kataku memprotes, aku kira aku akan diantar pulang kerumah tapi nyatanya aku malah di antar ke kantor Takeru yang besarnya sejagat raya ini.

"Mengertilah Tsubasa, aku tidak mau kamu terluka lagi. Melihatmu seperti tadi ingin sekali membuatku untuk membunuh CEO Yunigani itu dengan tanganku sendiri, kalau seandainya Jeevann tidak memperingatkan aku untuk tenang," kata Takeru sambil mengepalkan tangannya dengan geram.

Aku hanya menggigit bibir bawahku tanda aku sangat ketakutan. Belum pernah aku melihat ekspresi Takeru yang sangat menakutkan seperti ini.

"Satu lagi, kau kularang bersekolah. Kamu harus selalu berada disisiku. Aku tidak menerima penolakan, baru kutinggal sebentar saja kamu sudah diculik apalagi jika kutinggal kamu selama seminggu, bisa-bisa kamu langsung dibunuh," seru Takeru saat aku ingin menolaknya.

"Jadi apa yang harus kulakukan. Kau melarangku sekolah, kau juga melarangku pulang ke rumah terus apa yang harus kulakuan?" Tanyaku padanya, bingung plus frustasi menghadapi sikapnya yang super protective kepadaku.

"Yang harus kau lakukan adalah cukup dengan berada disekitarku," katanya tenang.

"Huhh...? Bukankah kubilang aku tidak akan mau menjadi istrimu? Untuk apa aku berada di sekitarmu!" Kataku ketus.

"Akan kubuat kau mengakui dirimu sebagai istriku dan membuatmu mencintaiku seperti aku mencintaimu sejak kecil, Tsubasa."

"Huhh...? Sejak kecil? Apakah aku pernah bertemu denganmu sebelumnya?" Tanyaku mulai bingung.

Takeru hanya tersenyum tipis. "Disana ada kamarku, Tsubasa kau bisa beristirahat disana dan bajumu juga ada disana," kata Takeru sambil menunjuk sebuah kamar yang terhubung dengan kantornya, lalu dia kembali menekuni berkas-berkas yang menggunung di atas mejanya.

"Huhh..! Dasar! Berapa banyak kau membelikanku baju, huhh..." Kataku kesal lalu memasuki kamar yang berada di dalam kantornya. Kamar di kantornya tidak sebesar kamar di rumahnya tapi nuansanya tetap sama biru gelap, dari kamar ini aku bisa memandang ke arah luar, seakan-akan memang di perlihatkan dengan megahnya.



"Apa maksud perkataannya 'Sejak kecil'?Pernahkah aku bertemunya sewaktu aku masih kecil?" Pikirku bingung. "Ahh... Tak usah kupikirkan lagi ahh!" Teriakku frustasi sambil mengacak-ngacak rambutku lalu merebahkan diriku ke atas kasur king size yang berada di ruangan Takeru, tanpa perlu waktu lama aku pun terlelap.

****

Takeru PoV

Aku tersenyum geli saat mendengar kata-kata Tsubasa dari dalam kamar, sesaat aku kembali mengurusi berkas-berkas yang menggunung seperti tiada habisnya di atas meja kantorku.

Saat aku merasa dokumen ini sudah menipis, asistenku Jeevann kembali masuk ke dalam ruanganku dan memberikan aku setumpuk dokumen lagi yang harus kukerjakan lalu dia membungkuk dan keluar dari ruanganku, aku merasa frustasi dengan semua berkas ditambah dengan dokumen yang diberikannya, entah mengapa hari ini aku merasa kesal dengan pekerjaanku ini yang mungkin sudah kujalani hampir setiap harinya.

Aku merasa capek dengan pekerjaanku bukan berarti tak sanggup menyelesaikannya, aku pergi menuju ruangan tempat istriku tadi masuk.

Saat aku memasuki kamarku dan melihat Tsubasa tertidur dengan lelapnya. Kuhampiri dia kemudian kucium keningnya dengan lembut, saat kutatap wajahnya yang tertidur dengan polosnya langsung membuatku tersenyum lalu kubaringkan tubuhku disebelahnya dan memeluknya dengan erat.

"Kau tidak akan kubiarkan pergi lagi dari hadapanku Tsubasa, aku sangat mencintaimu dan tak akan kubiarkan siapapun menyentuhmu ataupun membuatmu terluka seperti ini lagi, aku akan selalu membahagiakanmu dan selalu berada di sampingmu," gumamku lalu terlelap disampingnya.

****

Tsubasa PoV

"Hnngggh....berat sekali!" kataku lemah saat aku merasakan sebuah tangan berada di atas perutku, saat aku menoleh kulihat Takeru dengan tenangnya tertidur disebelahku, kuperhatikan wajah Takeru dengan seksama. "Kenapa saat tidur dia sangat tampan dan tidak menakutkan, perasaan apa ini, hnggh... Jangan berpikir yang tidak-tidak, bukankah aku belum mengakuinya menjadi suamiku," batinku kalut sambil menatap mukanya lagi.

"Apa kau sudah puas memandangi wajahku?" Tanya Takeru tiba-tiba. Sebenarnya Takeru sudah bangun dari tadi, hanya saja dia tidak membuka matanya karena dia merasa Tsubasa memandanginya dengan seksama.

Aku yang mendengar itu langsung memerah dan membuang mukaku ke arah lain, lalu kusingkirkan tangannya secara kasar.

"Jangan dekat-dekat denganku! Aku tidak mau kau tidur denganku!" Kataku pedas sebenarnya hatiku sangat tidak mau mengatakan itu tapi aku masih belum mengakuinya menjadi suamiku, aku tidak berani menaruh perasaan padanya, jika tahunya aku akan sakit hati lagi nanti.

"Kenapa Tsubasa kita sudah menikah bukan?" Tanya Takeru dengan wajah sedih yang dibuat-buat.

"Aku hanya tidak mau mengalami kejadian yang sama seperti dulu," gumamku pelan.

"Kejadian yang sama seperti dulu? Kejadian apa? Coba ceritakan padaku," pinta Takeru antusias.

"Jangan ingatkan aku lagi dengan kejadian itu! Jadi apakah besok aku boleh bersekolah," tanyaku dengan ekspresi senang yang kupaksakan.

"Tsubasa, kau kan sudah kularang bersekolah, tapi kau tetap memaksaku untuk membiarkan mu bersekolah. Tapi kau boleh saja bersekolah asalkan aku tidak terlalu sibuk," kata Takeru sambil mengembuskan napas secara kasar.

"Sibuk? Untuk apa menunggumu tidak sibuk? Aku kan harus sekolah, meskipun kau melarangku seratus kali," kataku keras kepala.

"Agar aku dapat menjagamu, aku tidak mau kejadian tadi terulang lagi," kata Takeru tegas sambil menatapku dengan mata coklat hitamnya yang benar-benar menyorotkan kecemasan. "Dan ceritakan padaku tentang kejadian itu!" Kata Takeru.

"Maafkan aku Takeru, aku ti...tidak... Mau mengingat apapun dari kejadian pahitku yang membuatku... Hngghhhhg... Tidak... Aku tidak mau!" Seruku histeris, badanku bergetar dengan hebat mengingat trauma yang kualami di masa lalu.

"Sudah sudah baiklah aku tidak akan memaksamu. Kau boleh menenangkan dirimu disini, istriku," seru Takeru menenangkanku. Dia meraih tubuhku dan menciumi puncak kepalaku, dia memelukku sampai badanku berhenti bergetar, kemudian dia melepaskan pelukannya dan mencium keningku dengan lembut.

"Jika kau bosan kau boleh menonton tv kalau kau lapar, segera panggil aku, akan kusuruh seseorang membawakanmu makanan, sekarang aku akan kembali mengerjakan tugasku," katanya lalu pergi dari kamar ini. Aku hanya merebahkan badan dan memandangi langit-langit kamar mencoba menenangkan hatiku yang rasanya tak karuan ini.

****

Takeru PoV

"Sial! Sial! Siapa orang yang membuat Tsubasa mengalami trauma seperti ini! Tidak akan kubiarkan dia! Pasti tidak akan kubiarkan!" Geramku, "Jeevann!!!!" Panggilku keras pada asisten kepercayaanku.

"Kau memanggilku Takeru?" Kata Jeevann sambil membungkukkan badannya setelah masuk ke dalam ruanganku dengan cepat.

Dia merasa heran, tumben sekali Takeru tidak memanggilnya lewat telphone biasanya serumit apapun ataupun segenting apapun masalahnya dia pasti akan memanggilnya dengan telphone, dia tidak pernah berteriak karena Takeru sangat pandai menjaga emosi dan ekspresinya dengan sangat baik.

"Segera carikan informasi mengenai masa lalu istriku, termasuk masa lalunya dengan pasangan ataupun pacarnya yang menyebabkan dia seperti sekarang!" perintahku tegas.

"Kalau boleh saya bertanya Madame kenapa?"

"Dia mengalami semacam trauma yang seperti tidak mau mendekati laki-laki ataupun mempercayainya tapi aku tidak terlalu tahu detailnya, segera cari tahu! Selengkap-lengkapnya!"

"Baiklah, Tekeru, ahh...! Hampir aku lupa, ini berkas dan dokumen yang harus kamu selesaikan," katanya sambil menyerahkan dokumen ditambah dengan berkas yang tidak sedikit jumlahnya, kemudian dia membungkukkan badannya lalu keluar dari kantorku.

"(Sigh) hahhh.... Tak bisakah pekerjaan ini berkurang setidaknya satu hari saja," keluhku sambil mengambil secara acak berkas yang ada kemudian memeriksanya sebelum mulai menggunung.

"Umm...Takeru?" panggil Tsubasa lemah.

"Ada apa, sayang?"

"Umm... Bolehkah aku meminta makanan. Aku sangat lapar, dari kemarin aku tidak makan," jelas Tsubasa lemah.

"Tentu saja! Tunggu Sebentar," seruku. "Ichiya antarkan makanan ke kantorku," panggilku lewat telphone. "Tsubasa kau tidak perlu menatapku dengan wajah ketakutan seperti itu. Aku tidak akan memaksamu untuk menceritakan masa lalumu. Jadi kau tenang saja," seruku padanya, hatiku menjadi sangat pedih dan sakit melihat Tsubasa seperti ini, rasanya hendak kubunuh saja orang yang berani membuatnya menjadi seperti ini. "Sini!" panggilku.

"Ada apa?" Tanyanya pelan sambil mendekat ke arahku. Tanpa persetujuannya kutarik tangannya dan mendudukkannya di atas pangkuanku, kupeluk pinggangnya agar ia tak bisa kabur dariku.

"Takeru apa yang kamu lakukan?" Seru Tsubasa memberontak.

"Diamlah dan biarkan aku begini sebentar saja," keluhku sambil menyandarkan kepalaku di atas bahunya.

"Takeru?" Katanya prihatin.

"Hn?" Seruku tanpa mengangkat kepalaku dari atas bahunya.

Tok...tok... "Maafkan saya karena mengganggu waktu anda, Takeru-sama ini makanan yang anda minta," seru Ichiya sambil menaruh nampan berisi makanan di atas meja di sebelah meja kerjaku setelah itu dia langsung keluar.

"Makanlah Tsubasa," kataku seraya melepaskannya.

****

Setelah Tsubasa makan dan masuk ke dalam kamarku, Tak lama berselang Jeevann pun masuk ke ruanganku membawa beberapa file tebal ditangannya.

"Takeru ini semua laporan tentang masa lalu Madame yang bisa saya dapat dari sahabat-sahabat terdekat dan orang yang mengenal Madame, saya akan menjelaskan tentangnya sedikit. Madame ditinggal ibunya saat masih kecil jadi ayahnya yang menghidupinya, awalnya keluarganya hidup dengan berkecukupan. Tapi sejak beberapa minggu yang lalu perusahaan yang didirikan oleh ayahnya bangkrut akibat tidak dapat bersaing dengan perusahaan kita, jadi penyebab utama bangkrutnya perusahaan orang tua Madame adalah karena kita. Mengenai penjelasan tentang orang yang disukai Madame masa lalu, aku sama sekali tidak mendapatkan informasi apa-apa, seakan-akan memang dirahasiakan bahkan semua orang yang mengenal Madame bahkan teman Madame yang kutahu bisa dihitung dengan satu tangan saja tidak mau menceritakannya padaku mereka semua bilang 'ada waktunya bagi Tsubasa untuk menceritakan semuanya pada suaminya sendiri, kami sebagai teman sekaligus sahabat Tsubasa tidak ingin mengungkit-ungkit lagi kejadian yang membuat Tsubasa seperti boneka hidup, yang hanya bisa tidur di atas tempat tidur dan tidak mempunyai semangat untuk hidup, matanya hanya menatap kosong dan tidak pernah merespon orang-orang yang berada sekitarnya, dia juga sering sekali menangis bahkan dia tidak mau menyentuh makanannya sama sekali setidaknya jika kami tidak memaksanya untuk makan dia tidak akan makan sampai dia mati, dibutuhkan waktu hampir selama dua tahun penuh untuk memulihkan keceriaan Tsubasa untuk menjadi seperti dirinya sendiri, jadi jika kau ingin mengetahui kebenarannya, Tsubasa pasti akan menceritakan semuanya dengan mulutnya sendiri bukan dari kami ataupun orang lain' begitu kata mereka jadi aku sama sekali tidak mendapatkan informasi apa-apa tentang kekasih Madame di masa lalu," jelas Jeevann lengkap.

"Siapa nama pria yang pernah menjadi kekasih Tsubasa?"

"Namanya awalnya disembunyikan oleh mereka karena mereka tidak mau lagi mengungkit-ungkit hal itu, tapi karena aku memaksa mereka, terpaksa mereka memberitahukannya kepadaku namanya adalah Yanagi Hiiro, tapi aku merasa sedikit aneh dengan nama itu, entah aku mengenalnya atau tidak. maafkan saya karena hanya bisa mendapatkan informasi sedikit seperti ini, tapi semua orang yang mengetahui kejadian masa lalu Madame benar-benar tutup mulut," jelas Jeevann sambil membungkukkan badannya.

"Tidak mengapa, bagiku ini sudah sangat cukup untuk membantu," kataku.

"Baiklah, aku keluar dulu. Ahh... Hampir aku lupa ini berkas yang harus kau selesaikan Takeru, berkas ini harus sudah selesai sore ini karena mau kita pakai untuk meeting jam 6 nanti," jelas Jeevann sambil memberikan setumpuk berkas yang tadi dibawanya bersama file tentang masa lalu Tsubasa, karena aku tidak terlalu memperhatikannya membawa file yang sangat banyak itu, perhatikanku tetap terfokus hanya untuk Tsubasa saja.

"Terima kasih, akan kuperiksa secepatnya," seruku lalu mengambil semua berkas yang ada di depan mejaku sebelum semakin menumpuk.

****

Tsubasa PoV

Kenapa Takeru mengungkit-ungkit masa laluku yang sangat kelam itu? Aku sudah berusaha melupakan wajahnya yang berciuman dengan sahabat terbaikku sendiri, begitu pedihnya kah cintaku di masa lalu itu?

Mataku sudah tidak tahan mengeluarkan cairan yang mungkin saja akan tumpah. Kuhapus air mataku secara kasar lalu berjalan ke kamar mandi untuk membasuh mukaku, mataku sudah membengkak karena habis menangis. Lalu aku kembali lagi ke dalam kamar dan duduk di pinggir kasur menatap kakiku yang sekarang tidak berbalut apa-apa.

"Takeru benarkah kau akan mencintaiku?" Gumamku sendu.

Akan kah kau menghianati aku seperti yang Hiiro lakukan dulu? Aku benar-benar tidak tahan lagi jika harus menghadapi sakit ini untuk kedua kalinya. Benarkah aku dapat mempercayai Takeru dengan sepenuh hatiku? Hnggg... Tidak-tidak! jangan pernah tertipu Tsubasa. Dia pasti akan bermain-main denganku seperti Hiiro dulu, jika dia sudah selesai denganku pasti aku akan dibuangnya. Nama itu, aku sudah muak mengingatnya. Tak bisakah memoriku tentangnya pergi, seandainya saja dulu aku tidak jatuh hati padanya. Aku tidak akan pernah merasa sakit seperti ini.

"Ibu apa yang harus kulakukan? Bantu aku Ibu, anakmu ini benar-benar tidak tahu apa-apa lagi, aku sudah sangat lelah saat ini Ibu, biarkan aku tenang sepertimu Ibu," gumamku, air mata yang sedari tadi kutahan akhirnya tumpah juga, tapi aku tidak menghapusnya kubiarkan saja cairan bening itu turun melalui pipiku.

"Tsubasa? Kenapa kamu menangis? Ada apa?" Tanya Takeru, dia menunduk di depan ku dan menghapus air mataku dengan perlahan. Kugelengkan saja kepalaku memberitahunya bahwa aku tidak apa-apa. Aku benar-benar tidak tahu Takeru memasuki kamarku tadi, dia berjalan dengan sangat pelan bahkan tidak menimbulkan suara apapun.

"Tsubasa jika kau ingin menangis, menangis lah. Tumpahkan segala bebanmu padaku, tapi setelah itu kau harus tersenyum. Akan kupinjamkan pundakku padamu," kata Takeru lalu menarikku ke dalam pelukannya, dia mendekapku dengan sangat erat seakan dia tidak ingin kehilanganku, mendapat perlakuan sehangat itu, air mataku langsung tumpah, aku menangis di pundak Takeru, dia hanya mengusap-usap pelan punggungku untuk menenangkanku, tanpa terasa mungkin karena lelah sehabis menangis akupun tertidur dengan lelap.

Saat aku bangun kulihat Takeru masih berada di sisiku, memelukku dengan erat. Kurasakan hembusan nafasnya yang sangat tenang menandakan bahwa ia masih tidur. Kupegang wajahnya dengan tanganku yang bebas lalu kuusap perlahan. "Takeru, terimakasih atas segalanya," gumamku pelan.

"Sama-sama," jawabnya. Aku hanya bisa terkejut dan tak bisa bereaksi apa-apa, tidak sadar bahwa tanganku masih berada di atas pipinya.

"Kau...kau... Sudah bangun?" Tanyaku gelagapan.

"Tentu saja, aku tidak tidur, aku menemanimu tidur agar kau merasa tenang dan usapan tanganmu di wajahku lembut sekali," katanya menggodaku.

Aku pun tersadar bahwa tanganku masih menempel di atas pipi Takeru, dengan muka memerah cepat-cepat kutarik tanganku lalu menyembunyikan mukaku dengan kedua tanganku.

"Ahh...padahal aku sangat suka tanganmu di atas sini," katanya dengan wajah sedih yang dibuat-buat sambil menunjuk dimana tadi aku mengusap pipinya. "Jangan menyembunyikan wajahmu dariku Tsubasa, apakah kau sudah tenang? Aku ingin kembali bekerja lagi, tapi aku juga tidak keberatan jika kau memintaku untuk menemanimu tidur," jelas Takeru dengan nada menggoda.

"Sudah sana keluar!" Semburku kesal.

"Ya...ya... My Princess bukan mungkin sekarang My Queen," kata Takeru sambil berdiri dari kasur, dia tidak langsung keluar tapi menuju salah satu lemari yang ada disana.

"Kenapa kau tidak keluar? Bukan kah pekerjaanmu banyak?" Tanyaku heran.

"Jelas aku tidak bisa keluar dengan pakaian seberantakan ini bukan? Aku butuh ganti pakaian, sebentar lagi aku akan meeting. Selama aku meeting jangan keluar dari tempat ini. Aku tidak ingin berbagi dengan pria lain," seru Takeru dengan nada cemburu disana.

Dia mengambil kemeja dan jasnya dari dalam lemari kemudian memasuki kamar mandi untuk berganti pakaian.

"Aku keluar dulu Tsubasa, jika kau mencariku, aku ada di kantorku," katanya lalu mengecup keningku lalu bibirku.

"Ahh...ya," jawabku pelan, wajahku sudah sangat merah, kusembunyikan wajahku di bawah bantal, kudengar dia tertawa pelan sebelum akhirnya pergi meninggalkanku.

****

Takeru PoV

Apa yang harus kulakukan untuk membantu Tsubasa? Aku merasa sangat benci kepada pria bernama Yanagi Hiiro yang membuat istriku menjadi seperti ini. Sebenarnya aku cukup lama mengawasi Tsubasa, tapi jika tentang perusahaan yang didirikan oleh orang tua Tsubasa sepertinya aku tidak terlalu tahu kalau aku yang menjatuhkannya, terlalu banyak perusahaan yang kujatuhkan atau sekarang berada di bawah bayang-bayang perusahaanku dan sepertinya aku tidak terlalu sadar jika menghancurkan satu perusahaan.

Kuangkat gagang telphone dan ku tekan satu nomor. "Jeevann kekantorku sekarang!" Kataku murka. Tak berapa lama terdengar ketukan di pintu ruang kerjaku. "Masuk!"

"Ada keperluan apa Takeru?" katanya sambil membungkukkan badannya. Tatapan matanya terlihat lelah.

"Cari tau latar belakang kekasih Tsubasa di masa lalu, Yanagi Hiiro, dan pastikan harus lengkap. Akan kuhancurkan dia seperti dia menghancurkan perasaan istriku," kataku kejam, sifat yang selama ini terkurung dengan rapi di dalam tubuhku akhirnya keluar juga jika menyangkut soal Tsubasa.

"Jika itu keinginanmu Takeru, mana mungkin aku dapat membantah, tapi jika aku boleh bertanya apa yang akan kau lakukan nantinya Takeru?" Tanyanya datar.

"Akan kuhancurkan kehidupannya, kesenangannya, perusahaannya, kariernya, semuanya, pasti akan kuhancurkan dia sehancur-hancurnya sampai dia tidak dapat berdiri lagi dengan kedua kakinya," jawabku dengan nada yang sangat dingin bahkan mukaku menyiratkan bahwa aku sangat marah, siapa pria bodoh yang berani menyakiti perasaan Tsubasa sampai dia menangis sejadi-jadinya di bahuku tadi, aku hanya bisa mengusap pelan punggungnya saja sedangkan hatiku berusaha menahan agar aku tidak menghatam sesuatu.

"Ahh...satu lagi Jeevann."

"Ada apa lagi Takeru?"

"Pastikan bahwa kamu mencari informasi ini secara rahasia, aku sama sekali tidak mau mendengar bahwa kau mengalami kecerobohan, pekerjaanmu sementara dapat digantikan oleh Ichiya jadi kau dapat dengan fokus mencari informasi tentang apa yang baru saja kuperintahkan, dan jangan sampai Tsubasa mencurigaimu, kuberi waktu satu hari," kataku dingin.

"Baiklah Takeru, aku akan sangat berhati-hati dan jangan lupa untuk meeting hari ini. Kita akan untung besar jika memenangkan tender kali ini. Aku akan memberikan jadwalmu kepada Ichiya agar Ia dapat mendampingimu" jawabnya datar lalu keluar ke dalam ruanganku.

Sesudah Jeevann keluar dari ruanganku, aku hanya bisa bersandar di kursiku, aku bahkan tidak bisa fokus lagi pada pekerjaanku. Bahkan meeting dengan klien saja tidak kupikirkan lagi. Kutenangkan hatiku agar aku tidak menghantam sesuatu karena kalau aku sudah marah aku bisa menghancurkan seluruh isi rumah besarku.

"Umm... Takeru... Dapat kah aku keluar dari kantormu ini? Aku ingin berjalan-jalan," kata Tsubasa mengagetkanku, bahkan aku tidak sadar dia berada di sebelahku.

"Tidak Tsubasa," tolakku cepat.

"Tapi Takeru aku sudah sangat bosan, yang kulakukan cuma makan, mandi dan tidur. Aku ingin berjalan-jalan," keluhnya sambil memohon padaku.

"Baiklah, akan kutemani kalau begitu," kataku langsung.

"Tapi bukankah kau banyak pekerjaan Takeru? Lagipula kau ada meeting kali ini. Jika kau tidak ingin aku sendirian, aku dapat mengajak Kirana, Nao maupun Mio. Aku juga dapat mengajak teman-temanku dari sekolah lamaku," jelas Tsubasa padaku rupanya dia tidak mau menggangguku bekerja atau dia tidak ingin bersamaku, sebenarnya aku juga tidak terlalu mood untuk kerja hari ini, ahh... bodoh amat lah mending aku jalan sama Tsubasa daripada penat memikirkan pekerjaanku yang semakin lama semakin menumpuk ini, sebenarnya aku bisa saja menyerahkan ini pada Jeevann atau Ichiya, tapi Jeevann sedang kuutus untuk mengerjakan misi sedangkan Ichiya pasti sedang menggantikan pekerjaan Jeevann yang juga sangat banyak, itulah resiko menjadi asisten kepercayaan seorang CEO terbesar di seluruh dunia.

"Persetan dengan meeting dan segala akributnya," seruku kesal. Tanganku meraih gagang telphone dan menekan satu nomor untuk menghubungkan ke salah satu orang kepercayaanku.

"Ichiya batalkan meeting hari ini dan atur ulang jadwalku untuk 3 jam kedepan," perintahku.

"Tapi Takeru-sama, jika kita membatalkan meeting yang sudah kita persiapkan jauh-jauh hari ini, kita akan kehilangan untung besar," kata Ichiya tenang.

"Persetan dengan meeting hari ini, gantikan aku Ichiya. Kau bisa bukan? Aku beri kepercayaan ini padamu," kataku dingin. Aku benar-benar malas berdebat mengenai meeting sialan ini.

"Baik, Takeru-sama. Saya akan melakukannya semampu saya untuk menggantikan anda."

"Aku pegang janjimu," seruku terakhir sebelum menaruh gagang telphone kembali ke tempatnya.

"Takeru, jika kau tidak bisa kau tidak perlu menemaniku," kata Tsubasa pelan. Matanya terus melirik ke bawah.

"Tidak apa-apa Tsubasa aku bisa menemanimu. Tapi asalkan kita jalannya di mall punyaku saja," kataku mengusulkan.

"Mall punyamu? Dimana? Kok aku tidak tau sih?" Katanya sambil mengerucutkan bibirnya membuatku semakin gemas saja.

"Ayo!" Kataku lalu menaruh tanganku di pinggangnya dan menuntunnya keluar dari ruanganku.

"Anda mau kemana Takeru-sama?" Tanya salah satu bodyguard yang berjaga di depan kantorku dia juga salah satu bodyguard yang selalu mengikutiku.

"Aku mau ke mall," kataku santai.

"Baiklah akan saya panggilkan para bodyguard yang lain untuk mengamankan mall untuk anda dan boleh saya bertanya lagi mall yang mana yang akan anda tuju Takeru-sama?"

"Yang paling basar."

"Semua mall milik anda rata-rata besar semuanya Takeru-sama."

"(Sigh) Hahh... Kita akan pergi ke mall Rogane," kataku akhirnya.

"Baiklah Takeru-sama, apa anda ingin saya menyiapkan mobil dan supirnya?"

"Boleh, limosin. siapkan semuanya dalam waktu 5 menit, tidak ada kata terlambat."

"Baik, Mr. Shiro!" jawabnya sambil berlalu dari hadapanku.

"Mr. Shiro?" Tanya Tsubasa padaku. Bisa kulihat dengan jelas kalau mukanya menunjukkan raut kebingungan "Bukankah semua orang dikantor memanggilmu Takeru-sama?" Tanyanya sambil menirukan ucapan Jeevann maupun Ichiya yang menyebutku Takeru-sama.

"Orang-orang dikantorku memang kebanyakan memanggilku Takeru-sama supaya lebih non formal saja, bahkan asistenku, Jeevann kadang-kadang memanggilku Takeru, jika didepanmu saja dia memanggilku Takeru-sama, tapi jika orang luar kebanyakan dari mereka memanggilku Mr. Shiro, jadi kau harus siap-siap menerima panggilan Mrs. Shiro" jawabku dengan tenang.

"Dan mall Rogane itu punyamu? Itu benar-benar mall kesukaanku dulu, aku memang jarang belanja tapi aku sangat menikmati mall itu. Taman yang berada ditengah-tengah mall itu benar-benar indah. Sebenarnya berapa mall yang kau punya Takeru?" Tsubasa menjelaskan dengan mata berbinar saat menatapku.

"Ya benar mall Rogane itu memang punyaku tanpa campur tangan investasi lainnya. Jika kau bertanya berapa buah mall punyaku yang ada di negara ini, hampir semuanya mall di negara ini adalah punyaku. Jadi kau bebas memasuki mall ku yang ada di negara ini tapi aku akan lebih suka jika kau pergi ke mall Rogane karena mall itu penjagaannya jauh lebih ketat dan aku bisa secara langsung mengawasimu di mall itu sedangkan mall lainnya aku cuma investasi terbesar saja, meskipun ada juga beberapa mall yang merupakan milikku sendiri, tapi jika diantara mall-mall itu sudah tidak terlalu menguntungkan bagiku akan kucabut seluruh investasiku, dan akan kulihat apakah mall itu akan berkembang atau tidak, jika tidak akan langsung ku... Ahhh kau tidak usah tahu politik gelap perusahaanku, ayo Tsubasa," kataku pada akhirnya.

Hampir saja aku keceplosan, jika aku bilang akan langsung kuhancurkan dan kubangun kembali atas namaku, Tsubasa pasti akan merasa heran dan akan mencari tahu tentang perusahaan ayahnya yang bangkrut karena mungkin perusahaan ayahnya sudah berpindah tangan menjadi punyaku tepatnya atas nama keluargaku Shirogane Company atau biasa lebih dikenal Shirogane Group di Jepang.

"Baiklah, aku akan menghargaimu jika kau tidak mau memberitahuku," jawabnya lembut.

"Terimakasih Tsubasa."

"Ayo, kita pergi," kataku, melangkahkan kakiku ke arah lift khusus.



****

Tsubasa PoV

"Selamat datang Mr. Shiro, siapa orang yang berada di sebelah anda?" Tanya salah seorang bodyguard Takeru bingung sambil melirik ke arahku karena menurut pandangan yang dapat kubaca dari bodyguard itu sangat jarang bahkan tidak pernah melihat Takeru membawa wanita ke dalam mall, biasanya dia hanya untuk bertemu dengan klien saja yang mungkin seorang perempuan.

"Dia istriku," jawabnya santai.

"Ahhh... Maafkan kelancangan saya Mrs. Shiro," serunya sambil membungkukkan badannya kepadaku.

"Tidak masalah," jawabku sambil tersenyum tipis, bisa kurasakan pegangan Takeru pada pinggangku agak sedikit mengencang, rahangnya tampak mengeras tampaknya dia cemburu karena aku tersenyum pada salah satu bodyguardnya.

"Ayo," kataku padanya.

"Tsubasa, meskipun kita berada di dalam mall punyaku sendiri tapi tak bisa kupungkiri kalau di mall ini bisa saja musuhku sangat banyak, jadi kumohon jangan lepas dari pandanganku ataupun salah satu dari bodyguard ku" jelas Takeru padaku. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan tersenyum manis padanya. Akhirnya aku tidak terkurung lagi di dalam rumah biarpun masih dalam penjagaan yang ketat, mungkin Takeru tidak akan membiarkan aku pergi sendirian lagi mengingat aku baru selamat dari penculikan.

"Baiklah, sekarang kau mau kemana?"

"Aku cuma mau berjalan-jalan saja, bagaimana kalau kita makan saja dulu?"

"Jika itu yang kau mau My Queen."

Aku dan Takeru pun berjalan ke salah satu restaurant favoritku di mall itu. Banyak orang yang berbisik-bisik padaku entah karena suamiku sangat tampan atau karena aku dikelilingi banyak bodyguard yang mengawalku.

Sepertinya opsi pertama lebih tepat. Karena Takeru benar-benar sangat Tampan dengan jas kerja mahal yang masih melekat di tubuh atletisnya.

Mereka pasti sudah mendengar bahwa CEO ternama dan merupakan pemilik mall terbanyak dan terbesar di negara ini akan datang kesini, makanya mereka berusaha menarik perhatian Takeru, tapi sepertinya Takeru tidak terlalu peduli, dia hanya menatap mereka semua dengan pandangan biasa saja seolah-olah itu makanan sehari-harinya.

Aku hanya bisa mengerucutkan bibirku tanda cemburu. Whatt?? Cemburu??? Jangan sampai, aku sudah berusaha agar perasaan ini tidak berkembang lebih jauh lagi, aku tidak mau tersakiti lagi untuk kedua kalinya karena akan sangat kupastikan bahwa aku tidak akan tahan menghadapinya lagi.

"Mr. Shiro apakah anda mau kami menyewa seluruh tempat restaurant yang akan kalian tuju?" Tanya salah satu bodyguard kepada Takeru.

"Bagaimana sayang apakah kamu mau?"

"Tidak usah, aku tidak nyaman jika ada orang yang ingin makan diusir, biarkan saja," jelasku.

"Seperti yang kamu dengar," kata Takeru singkat kepada bodyguardnya.

"Baiklah Mr. Shiro, Mrs. Shiro kami akan berjaga di luar, jika ada sesuatu panggil saja kami."

"Baiklah, ayo Takeru kita masuk."

"Mau pesan apa?" Tanya Takeru saat kami sudah duduk di salah satu meja.

"Hmm... Aku mau Steak dan jus jeruk saja, sama ice cream kebanggaan restaurant ini," kataku senang kepada salah satu pelayan yang bertugas melayani kami.

"Aku mau coffee saja."

"Baiklah, dimohon tunggu sebentar," jelas pelayan itu kemudian berlalu dari hadapan kami.

"Kamu tidak makan?"

"Tidak, aku sudah makan tadi."

"Kapan? Seingatku kamu tidak makan dari tadi."

Takeru hanya tersenyum saja mendengar perkataanku. Akhirnya pesanan kami datang, aku makan dengan lahap tentu saja restaurant ini adalah restaurant kesukaanku dulu aku sering sekali makan disini bersama sahabat-sahabatku.

"Ayo Takeru, aku sudah selesai," kataku ceria. Aku dan Takeru pun berjalan keluar sedangkan tentang pembayarannya diurus oleh salah satu bodyguard Takeru.

"Wahh...wahhh... Sepertinya kita ketemu lagi disini Tsubasa, setelah aku pergi rupanya kamu menjual dirimu kepada orang lain yaa..., aku turut prihatin dengan jatuhnya perusahaan ayahmu. kasihan sekali nasibmu Tsubasa, rupanya kamu tidak punya apa-apa lagi sampai menjual dirimu sendiri pada orang lain," Seru seorang pria tampan dengan nada yang dibuat-buat, seseorang yang sangat kukenal dan orang yang membuatku sakit hati, dia sedang memegang pinggang gadis kencanannya, seseorang yang sangat kukenal sekaligus orang yang telah menghianatiku.

"Hiiro." desisku.

****

Takeru PoV

Kurasakan tubuh Tsubasa menegang, kueratkan pegangan ku di pinggang Tsubasa untuk menenangkannya. Matanya menatap seorang pria yang sedang bersama dengan seorang wanita dengan pandangan yang tak dapat kuartikan. Lalu kudengar suara desisannya yang menyebutkan satu kata 'Hiiro'

"Ahhh... jadi dia yang namanya Hiiro," batinku. Pantas aku merasa mengenal namanya. Aku baru saja ingat saat melihat wajahnya, dia adalah putra tunggal dari keluarga Yanagi Grup, salah satu perusahaan yang yang berada di dalam bayangan perusahaanku. Pantas saja aku merasa akrab dengan nama Yanagi, sangat gampang bagiku untuk menghancurkan perusahaannya dalam sekejab mata pun aku bisa, tapi akan kubiarkan dia bersenang-senang dahulu baru kuhancurkan.

"Siapa dia Tsubasa?" Tanyaku berbasa-basi.

Kulihat tubuh Tsubasa semakin tegang kemudian dia kembali menggumamkan satu kata 'Hiiro'

"Siapa dia Tsubasa, rupanya setelah kepergianku kau sudah mendapatkan yang baru lagi? Ataukah pria ini yang membelimu?" Tanya Hiiro mendramasir.

"Ahh... Maafkan kelancangan saya kekasih baru Tsubasa ataupun orang yang membeli Tsubasa, nama saya Yanagi Hiiro saya adalah mantan kekasih Tsubasa," jelasnya dengan nada mengejek.

Aku menanggapinya dengan memasang muka yang sangat datar. "Senang bertemu dengan mu juga, Yanagi Hiiro-san, tapi sepertinya aku tidak terlalu peduli denganmu," kataku memberikan penekanan di namanya.

"Kamu jangan terlalu macam-macam dengan ku, apakah kamu tidak tahu aku siapa? Aku ini putra tunggal dari Yanagi Grup," seru Hiiro sepertinya dia tidak suka dengan sikapku yang acuh tak acuh dan mungkin saja terkesan dingin.

"Ahh... Rupanya kamu yang tidak tahu siapa aku, kalau aku secara pribadi sih tidak terlalu peduli siapa kamu seperti yang kubilang tadi, kamu sangat tidak penting bagiku," kataku dengan nada mengejek.

"Lancang sekali kamu! Akan kusuruh orang tuaku untuk menghancurkanmu!" Serunya murka.

"Takeru sudah jangan di dengarkan perkataannya, kita pergi saja, tidak mungkin perusahaanmu dapat menyaingi perusahaannya," kata Tsubasa lemah kepada ku.

Sepertinya Tsubasa tidak tahu bahwa perusahaannya lah yang tidak dapat bersaing dengan perusahaanku. Aku hanya tersenyum saja padanya dan meyakinkannya bahwa semuanya pasti akan baik-baik saja.

"Hmm... Cuma bisa berlindung di bawah perusahaan orang tua? Menyedihkan sekali. Sebelum kau menghancurkanku, kau pasti akan kuhancurkan terlebih dulu," kataku tenang dan dingin. Topeng yang sengaja kembali kupasang.

"Siapa kamu sebenarnya? Tidak mungkin kamu dapat menghancurkanku dengan mudah," katanya dengan nada merendahkan.

"Ahh... Rupanya aku belum memperkenalkan diriku namaku Shirogane Takeru kau pasti sudah pernah mendengar namaku ini bukan? Aku CEO dari Shirogane Company atau lebih dikenal dengan Shirogane Group di negara ini," kataku tenang.

"Shirogane Takeru? CEO dari Perusahaan Shirogane Company, Shirogane Group?" Katanya gugup plus bingung.

"Benar, jelas saja aku dapat menghancurkan mu bahkan perusahaanmu dengan mudah dan tanpa perlu persetujuan dari siapapun atau dengan apapun. Kau pasti belum pernah menginjakkan kaki di kantor ayahmu bukan?Apalagi dengan mengetahui pekerjaan ayahmu? Ckckck... Jadi yang kau ketahui cuma bersenang-senang tanpa tahu masa depan, menyedihkan sekali Yanagi Hiiro-san. Perlu aku tekankan bahwa perusahaanku yang menopang perusahaan ayahmu sampai sekarang jika tidak ada aku, perusahaan ayahmu sudah jadi bubur dari dulu. Jadi bisa dibilang bahwa perusahaanmu berada di bawah bayang-bayang perusahaan Shirogane Company," jelas ku tenang dengan nada yang sangat dingin.

"Ap...apa ti...tidak mungkin!" serunya terbata-bata.

"Jelas saja semuanya mungkin, jika aku mau aku akan menghancurkan perusahaanmu dalam waktu sehari, sangat mudah bagiku untuk menghancurkan perusahaan kecil seperti milikmu tapi akan kubiarkan kamu bersenang-senang dulu, dalam waktu seminggu aku akan melihat perusahaanmu bangkrut perlahan-lahan," kataku tenang.

"Ayo Tsubasa kita pergi dari sini, disini sudah tidak nyaman lagi, jika kau ingin berjalan-jalan akan kutemani lain kali," kataku lembut lalu melingkarkan tanganku di pinggang Tsubasa, menariknya agar mendekat kearahku kemudian berlalu.

"Tunggu seminggu dari sekarang Yanagi Hiiro-san, kamu akan tahu kemurkaanku karena telah menyakiti Tsubasa, karena menyakiti Tsubasa berarti menyakitiku juga," bisikku dingin lalu pergi dari hadapannya.




TBC